Wednesday, June 17, 2020

TUHAN MENDENGARKAN SERUAN ORANG PERCAYA



PENDAHULUAN
Saudara/i yang terkasih, kita bersyukur atas kasih dan penyertaan Tuhan karena kita masih bisa beribadah bersama pada minggu Exaudi ini. Arti dari nama Minggu ini  adalah “Dengarkanlah Tuhan, seruan yang kusampaikan; Sai tangihon ma soarangku ale Jahowa” (Maz. 27:7). Bukan kebetulan, kita disapa kembali dalam renungan minggu ini melalui kisah dua orang buta yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Tentu, kisah mengenai dua orang buta ini bukan hal yang asing bagi kita, bahkan kita pun sudah mendengar sebelumnya dalam ibadah Minggu 1 Maret 2020 yang lalu, dari Injil Matius 9:27-31. Namun, pada saat ini kisah dua orang buta akan kita baca dari Injil Matius 20:29-34, dan kita juga tidak akan membahas lagi tentang kisah dua orang buta tersebut secara umum, akan tetapi lebih kepada “kekuatan” doa mereka yang sangat menarik perhatian dan menggetarkan hati Tuhan Yesus.

PEMBAHASAN
Saudara/i yang terkasih, pada waktu itu dikisahkan Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan, keluar dari kota Yerikho, dan banyak orang yang berbondong-bondong mengikuti-Nya. Mengapa banyak orang mengikuti Tuhan Yesus? Tentu, hal itu kita ketahui dari pasal sebelumnya, di mana Tuhan Yesus mengajar dengan penuh kuasa dan orang banyak takjub dengan pengajaran-Nya (mulai dari psl.7), Ia menyembuhkan orang yang sakit kusta, menyembuhkan hamba perwira di Kapernaum, menyembuhkan orang yang kerasukan, menyembuhkan orang yang lumpuh, perempuan yang pendarahan, orang yang bisu, bahkan memberi makan lima ribu orang. Semuanya dilakukan Tuhan Yesus karena belas kasihan kepada orang yang sakit. Hal itu dilakukan-Nya dari satu kota ke kota lainnya. 

Wajar saja dong jika nama Tuhan Yesus pun “viral” dan menjadi “trending topic” pada waktu itu oleh banyak orang. Termasuk dua orang buta yang diceritakan dalam kisah ini. Ketika Tuhan Yesus bersama para murid melewati jalan Yerikho, ada dua orang buta yang penasaran mendengar riuh keramaian rombongan-Nya. Kesempatan yang langka bagi dua orang buta. Selama ini mereka hanya mendengar berita yang viral tentang Tuhan Yesus, namun mereka akhirnya juga punya kesempatan untuk dekat dengan-Nya. Pastilah mereka sangat antusias dan kepo. Kesempatan itu langsung mereka pakai untuk memohon kesembuhan seperti yang diperbuat-Nya kepada banyak orang yang sakit. Dua orang buta itu memberanikan diri, mereka pun berseru: “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!” Karena ramai, suara mereka seakan tidak didengar Tuhan Yesus. Bahkan, orang banyak menegur mereka agar tidak mengganggu perjalanan rombongan. Namun, dua orang buta itu semakin keras berseru: “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!”

Seruan orang buta inilah yang menarik untuk kita renungkan ditengah situasi saat ini. Apanya yang menarik dari seruan mereka? Mari kita perhatikan. Ada dua orang buta yang berseru: “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami.” Dapatkah kita membayangkan, ketika dua orang buta berseru memanggil Tuhan Yesus? Sementara, mereka belum pernah melihat Tuhan Yesus. Mereka belum kenal dan belum tahu wajah-Nya. Tetapi di dalam kebutaan mereka, ada iman yang sangat kuat, yang mereka perlihatkan dalam ungkapan: “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami! Seruan, “Tuhan”, adalah sebuah pengakuan yang sungguh-sungguh dialamatkan atau ditujukan kepada sosok atau orang yang dianggap punya kuasa. Inilah iman yang membuat kedua orang buta tersebut hanya berharap kepada Tuhan Yesus, yang mereka yakini sebagai Tuhan, yang dapat menyembuhkan mereka. Meskipun mereka tidak melihat-Nya. Bandingkan dengan kisah Tomas yang percaya karena melihat Tuhan Yesus (Yoh. 20:29). Tuhan Yesus menegaskan, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”  

Seperti yang kami jelaskan sebelumnya, hal yang menarik dari seruan dua orang buta ini adalah ungkapan “kasihanilah kami.” Ungkapan ini merupakan sebuah pengakuan bersama yang lahir dari kesadaran diri yang penuh empati. Didalam kebutaan, mereka tidak hanya memikirkan dirinya sendiri; persoalan pribadi, pergumulan pribadi dan keinginan pribadinya tok. Tetapi mereka sama-sama peduli dan berempati dengan sesamanya, yang terdengar dalam seruan, “kasihanilah kami”. Kita tahu bahwa orang yang sakit atau punya pergumulan berat, sering berdoa hanya untuk dirinya sendiri. Namun, kedua orang buta itu justru berdoa untuk sesamanya dengan penuh empati. Inilah doa yang menarik. Meskipun dalam keterbatasan dan kelemahan, kesulitan maupun kesusahan, mereka tetap ingat dan berempati terhadap sesamanya. Bahkan, ketika mereka ditegur oleh orang banyak pun, mereka tidak berhenti berharap. Mereka tetap bersama-sama berjuang untuk mengatasi persoalan atau situasi, sehingga mereka semakin keras berseru, “Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!” (ay. 31).

Seruan yang penuh empati inilah yang menggetarkan hati dan membuat Tuhan Yesus berpaling untuk mendengarkan dua orang buta tersebut. Keajaiban dimulai dari iman dan seruan empati yang mereka ungkapkan. Akhirnya, kita mengerti, bahwa Tuhan Yesus berkenan dengan setiap seruan yang penuh empati. Sebab, seruan empati bukanlah seruan yang bertujuan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga kepedulian akan orang lain, yang juga sedang berseru dan mengalami hal yang sama. Seruan “kasihanilah kami” ini yang membuat Tuhan Yesus berkenan mendengar dan berbelaskasihan kepada setiap doa atau seruan orang-orang yang datang kepadanya dengan empati. Kedua orang buta dalam kisah ini bisa saja mewakili semua orang yang pada waktu itu sangat membutuhkan pertolongan Tuhan. Kedua orang buta tersebut bisa saja mewakili orang-orang yang sedang mengharapkan kuasa mujizat Tuhan. Tetapi, didalam situasi yang mereka alami, mereka masih tetap punya empati, sikap kepedulian terhadap sesamanya atau pun ingat kepada orang lain.

RENUNGAN
Kekuatan doa dan seruan dua orang buta ini jugalah yang hendak kita renungkan dalam situasi pandemi sekarang ini. Kita diajak untuk berseru: “Tuhan, kasihanilah kami!” Karena seruan itu adalah gambaran dari kehidupan kita saat ini; orang-orang yang terkena dampak covid-19. “Kasihanilah kami” adalah seruan kita yang penuh empati dengan sesama, keluarga dan saudara/i kita. Secara khusus, kita yang sedang beribadah di rumah. Ketika kita berseru “Tuhan, kasihanilah kami” berarti kita juga mengingat keluarga, sesama dan warga jemaat kita. Bahkan pemerintah, para petugas kesehatan yang terus berjuang, mengalami dan merasakan hal yang sama dengan kita. Seruan dan doa inilah yang harus kita saksikan, bahwa Tuhan Yesus berbelas kasihan dan berkenan kepada dua orang buta yang berempati. Demikian juga dengan kita, selain beriman kepada Tuhan Yesus, kita juga harus memiliki empati di tengah situasi pandemi ini. Karena Tuhan Yesus sudah berbelaskasihan dan mau menjawab seruan orang percaya. Artinya, setiap orang percaya dituntun untuk tetap hidup dalam sikap berempati ataupun berbelaskasihan. 

Saudarai/i renungan minggu Exaudi ini menuntun kita agar hidup seperti dua orang buta diatas, bahwa didalam segala yang kita miliki, yang kita punya, haruslah kita pakai dalam hidup sikap yang berempati yang dimulai dari dalam rumah atau keluarga. Sebab di dalam rumah-lah kita pertama sekali mewujudkan sikap empati kepada keluarga. Dirumah-lah kita bisa bersama-sama berdoa dan berseru:, “Tuhan kasihanilah kami”. Bahkan, dari rumah kita bisa berdoa untuk tetangga kita, warga gereja kita, maupun sesama kita, yang juga sedang merasakan kesulitan dimasa pandemi ini. Di masa seperti inilah sikap empati kita akan membuat Tuhan semakin berkenan dan mau berbelas kasihan kepada kita. “Tuhan Yesus, kasihanilah kami!” Itulah doa kita; bersama keluarga, bersama warga gereja, bersama pemerintah dan sesama kita untuk saling mendukung, menguatkan dan bertolong-tolongan dalam menanggung beban dimasa pandemi yang sulit ini, sebab itulah yang Tuhan Yesus kehendaki dalam hidup kita. Kiranya Tuhan Yesus yang penuh cinta kasih, berkenan berbelaskasihan dan mendengarkan seruan kita. Selamat hari Minggu. Tuhan Yesus memberkati. Amen

No comments:

Post a Comment

TUHAN MENDENGARKAN SERUAN ORANG PERCAYA

PENDAHULUAN Saudara/i yang terkasih, kita bersyukur atas kasih dan penyertaan Tuhan karena kita masih bisa beribadah bersama pada ming...