Wednesday, May 2, 2012

Kepahitan, Virus yang mematikan



“Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang”
(Ibrani 12:15)

Siapakah yang pernah mengalami kepahitan? Atau, adakah kita yang sedang mengalami kepahitan? Tak jarang, ada juga orang yang menyimpan kepahitan bertahun-tahun lamanya. Kepahitan adalah virus yang mematikan. Ironisnya virus ini sering tidak disadari, bahkan dipelihara hingga akhirnya virus ini menggerogoti, melumpuhkan dan mematikan orang yang menyimpan atau memeliharanya. 

Peristiwa-peristiwa negatif yang kita alami seringkali meninggalkan luka yang dalam; bisa jadi itu penghianatan, penolakan, pertengkaran, pelecehan ataupun perkosaan; bisa juga penganiayaan, pembunuhan, kecemburuan, perasaan tersinggung yang tak terselesaikan, dan berbagai hal lainnya. Jika tidak diatasi dengan benar, hal ini bisa menimbulkan akar pahit yang bisa merusak kesehatan mental dan fisik kita, juga spiritualitas kita.

Ketika kita terluka, kita cenderung menyalahkan orang lain untuk membenarkan kebencian, amarah dan dendam kepada orang yang membuat kita menjadi “korban”. Atau membuat kita memilih untuk menyembunyikan luka hati itu (akar kepahitan) rapat-rapat dan berusaha melupakannya. Ini halnya sama dengan menimbun sampah dan kotoran yang menyebarkan banyak virus dan kuman dalam relasi kita dengan sesama.

Orang yang terluka mempunyai ingatan yang tajam mengenai persoalan yang menyakitkan hatinya. Dari luar mereka kelihatan tenang, tetapi di bagian dalam mereka siap untuk menyemburkan dorongan perasaan yang meledak-ledak. Orang yang terluka menyimpan dendam mereka secara terus-menerus. Dalam hal inilah perasaan dilukai menjadi sedemikian dalam sehingga membuat mereka tersingkir dari kebutuhan untuk mengampuni.  

Dalam hal inilah, sebuah kunci diberikan oleh Penulis Surat Ibrani. “jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang” (Ibrani 12:15). Agar kita bisa mencegah tumbuhnya akar pahit, kita pun harus senantiasa melekat erat pada kasih karunia Allah. Bagaimana caranya kita dapat menyadari kasih Allah? Tidak ada pilihan lain selain saling mengakui kesalahan, mengampuni dan Mendoakan! Dengan demikian maka kita akan disembuhkan (Yakobus 5:16). 

Mengakui kesalahan, mengampuni dan mendoakan adalah hal yang sangat berat, bahkan sangat berat! Terlebih lagi jika kita merasa sebagai “korban”. Bagaimana mungkin kita harus mengampuni orang yang sudah melukai kita? Atau jika kita merasa tidak berbuat salah, untuk apa harus meminta maaf? Disinilah terkadang kita justru mengeraskan hati kita. Disinilah tantangan terberat yang harus dialami oleh setiap orang setiap hari; mengampuni atau tidak? Seperti halnya doa yang kita ucapkan dalam Doa Bapa kami:  ...”Dan ampunilah kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami...”

Tuhan Yesus menegaskan: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengamuni kamu juga.  Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu (Matius 6:5-14). Hanya dengan menerima pengampunan dari Tuhan-lah maka kita akan dimampukan untuk dapat mengampuni sesama. Dengan belajar mengampuni sesama, maka kita juga akan dimampukan untuk mengikis akar kepahitan dari dalam hati kita, bahkan mencabutnya. Dengan demikian, kita tidak akan digerogoti lagi oleh rasa sakit hati, dendam, amarah, kebencian dan luka dalam yang kita alami.

Bagaimana caranya memaafkan?
Ada cara yang dapat dilakukan secara praktis untuk dapat mengolah hati, pikiran, emosi serta perilaku baru. Langkah-langkah berikut sangat baik dilakukan dalam kelompok konseling. 

Mengakui kebutuhan anda untuk disembuhkan
Banyak orang menganggap sakit hati, dendam dan akar pahit lainnya yang dialami adalah hal yang biasa dan tidak mau mengakuinya. Jika kita mau sembuh, maka kita harus mau mengakui dan terbuka untuk sembuh dari kepahitan yang kita alami. Mulailah bersikap jujur kepada Allah dan carilah seorang teman atau konselor yang bisa mendengar dan mengerti anda. 

Mengakui emosi yang negatif
Banyak peristiwa yang kita alami sejak kecil. Namun kita tidak diajarkan bagaimana mengenali dan mengkomunikasikan perasaan kita, sehingga kita menimbun kemarahan, kekecewaan, dendam, ketakutan, kepahitan, dan emosi negatif lainnya sejak kanak-kanak. Proses menimbun emosi negatif ini menimbulkan akibat yang tragis. Untuk memutuskan lingkaran penindasan emosi negatif tersebut, mintalah Tuhan untuk memampukan anda mengungkapkannya. Carilah teman atau konselor yang mengerti bisa mengerti anda untuk memberikan dorongan jujur dengan perasaan anda.

Belajar mengampuni
Mengampuni berarti memaafkan orang lain atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Mengampuni berarti menunjukkan kasih dan penerimaan, meskipun kita disakiti. Tentu tidak mudah dan sulit. Tetapi bukan berarti kita tidak dapat melakukannya. Mengampuni sering sekali merupakan suatu proses dan bukan suatu tindakan ajaib “sekali jadi”. Untuk itu kita perlu terus-menerus melakukan pengampunan terhadap orang yang melukai kita. Mengampuni adalah antiseptik bagi luka batin kita. Jika kita percaya dan sudah menerima pengampunan secara cuma-cuma dari Kristus, maka Tuhan juga mengharapkan kita memaafkan sesama kita yang bersalah kepada kita.   

Akhirnya, menerima maaf adalah melegakan hati.
 Memaafkan diri sendiri adalah sehat.
 Memaafkan sesama adalah Ilahi.
 Melatih orang memaafkan adalah mulia.
Membantu orang lain menerima pengampunan Tuhan adalah memberinya hidup kekal.

TUHAN MENDENGARKAN SERUAN ORANG PERCAYA

PENDAHULUAN Saudara/i yang terkasih, kita bersyukur atas kasih dan penyertaan Tuhan karena kita masih bisa beribadah bersama pada ming...