Saturday, June 28, 2014

MENDENGAR PANGGILAN TUHAN DALAM BAYANG-BAYANG POLITIK DI TENGAH KISRUHNYA RUANG PUBLIK



(Nas bacaan: Yeremia 20: 7-13)

Pengantar
Saudara-saudari yang terkasih, seperti apakah kita saat ini melihat tanda-tanda zaman? Bagaimana kita dapat mengenal rupa dan suara Tuhan dalam bayang-bayang politik di tengah krisis kemanusiaan; ditengah kisruh ruang publik? Masihkah kita dapat merasakan dan menyaksikan luapan kebahagiaan umat yang penuh syukur dalam ruang publik? Sehingga dalam semua peziarahan panjang yang sedang berlangsung ini, kita senantiasa masih melihat adanya harapan dan gairah hidup bagi umat yang merindukan sebuah perubahan menuju kehidupan yang bermartabat dan berpengharapan.

Pembahasan
Dipilih untuk melakukan suatu misi atau pekerjaan adalah hal yang sangat mulia, sebab pekerjaan dan setiap profesi yang kita punya adalah panggilan yang sangat berharga (anugerah). Meskipun disaat yang sama ada konsekuensi yang harus kita tanggung dan harus kita hadapi dengan berani. Seperti perikop yang sudah kit abaca ini, kita boleh belajar dari kisah dan kesaksian hidup Yeremia, seorang nabi, pewarta; pembawa kabar dari Sang Khalik, penyambung lidah Allah kepada umat-Nya, Yehuda. Meski menghadapi pergumulan yang sangat berat – sanak saudara dan sahabat karib sekalipun ternyata bertindak sebagai musuhnya; mereka mencurigai, mencela, mengumpat sang nabi – bahkan berikhtiar membunuhnya (ay. 10).
Namun, ditengah pergumulan dan kisruh yang dihadapi, sang nabi justru bergulat dengan Allah sendiri. Yeremia akhirnya menyadari bahwa, Tuhan bukan tidak mendengarkan segala doa dan keluh kesah dari hamba-Nya itu. Sebab, ditengah jeritan putus asa di tengah malam gelap gulita; dimana tidak lagi terdengar suara Tuhan yang menghibur, justru Yeremia bersaksi bahwa ia diberi kekuatan yang baru (ay. 11). Kita dapat belajar dari seorang nabi yang lebih suka menelanjangi kelemahannya sendiri, daripada mau disanjung-sanjung sebagai pahlawan iman seperti para imam dan ulama di bangsa ini.    

Yeremia dapat bertahan dan bangkit atas tuntunan penyertaan Tuhan, sehingga ia tetap bersinar dan tegar dalam mewartakan suara kenabian. Meskipun berat memikul jabatan nabi yang sudah diberikan, tetapi ia tetap berserah kepada Tuhan. Ada tiga hal yang menjadi kunci dalam kesaksian panggilan Yeremia sebagai nabi untuk mewartakan suara Tuhan, sekalipun sesungguhnya ia berada dalam bayang-bayang politik keagamaan dan kekuasaan di tengah kisruhnya ruang publik dalam nubuatan kehancuran. Ketiga kunci tersebut juga menjadi hal yang penting untuk kita renungkan bersama, dalam menjawab panggilan kita sebagai bagian dari keluarga besar Harian Sinar Indonesia Baru ini.    

Kunci panggilan tersebut adalah kunci yang kita imani dalam konfesi Panggilan SIB. Pertama, Selalu mendengarkan suara Tuhan dalam setiap denyut kehidupan. Dalam hal ini kita haruslah belajar dari kesaksian yang disampaikan Yeremia. Ia senantiasa mendengarkan suara Tuhan. Suara Tuhan yang kita dengar adalah suara yang berseru-seru untuk setiap keadilan dan kebenaran, perjuangan melawan sebuah tirani, pembebasan yang ber-prikemanusiaan. Bagaimana kita mendengar suara Tuhan yang saat ini berada dalam bayang-bayang politik amnesia? Bagaimana kita dapat mendengar suara Tuhan untuk melawan politik penguasa yang memberangus kaum miskin dan beriman dalam politik pembiaran? Dalam menjawab semua itu, kita harus selalu mendengarkan suara Tuhan dalam setiap denyut kehidupan. Disanalah Tuhan berpesan dan panggilan SIB harus hadir sebagai media pembawa perubahan dan pembebasan.

Kedua, Intens mewartakan kabar baik supaya eksis di ruang publik. Panggilan untuk selalu hadir mendengarkan suara Tuhan haruslah intens dilakukan. Sebab untuk dapat menjadi intens bukanlah hanya sekedar atau kebetulan dikerjakan. Tetapi intens haruslah menjadi panggilan yang dikerjakan terus-menerus dan berkelanjutan (sustainable). Panggilan intens mewartakan kabar baik adalah bukti bahwa panggilan SIB akan eksis di ruang publik. Tampil dengan berani tanpa ada pretensi (kepura-puraan), menjadi menarik bagi kaum cerdik dan dibutuhkan oleh wong cilik.    

Ketiga, Bergumul dalam pengharapan supaya bersinar di tengah-tengah zaman. Mampu bertahan dalam setiap perubahan zaman adalah sebuah proses yang panjang. Proses tersebut tentulah membutuhkan ketekunan dan keuletan. Hanya orang-orang yang punya kompetensilah yang akan mampu berkompetisi. Hanya orang yang tahan ujilah yang akan memenangkan pertandingan dalam setiap perubahan zaman. Dalam pergumulan inilah Panggilan SIB harus senantiasa tetap dalam pengharapan supaya bersinar di tengah-tengah zaman. Pengharapan menjadi kunci yang harus dipegang untuk dapat bertahan dan mengenal tanda-tanda zaman.   


Renungan
Bagaimana kita dapat bertahan menjawab panggilan-Nya dalam setiap pekerjaan profesi kita? Panggilan Yeremia sebagai seorang pewarta adalah panggilan yang sama diberikan kepada kita. Umat Tuhan juga diharapkan menjadi pewarta kabar baik; yang membebaskan, menghibur, menguatkan, mensejahterakan dan, memberikan pengharapan di tengah-tengah dunia yang sedang kisruh ini. Biarlah semangat piala dunia tetap menggelora dalam ruang publik, meskipun kita dibayang-bayangi politik bangsa yang semakin memanas menjelang Pilpres pada bulan Juli nanti. Tetapi panggilan kita untuk Selalu mendengarkan suara Tuhan dalam setiap denyut kehidupan; Intens mewartakan kabar baik supaya eksis di ruang publik, serta Bergumul dalam pengharapan supaya bersinar di tengah-tengah zaman haruslah senantiasa kita kerjakan.

Menutup renungan ini, saya mengutip apa yang dikatakan oleh Elie Wiesel, seorang pewarta dan juga pegiat kemanusian: “Syairku lahir dari rahim keheningan, bahkan kesenyapan. Dosa utama seorang penyair adalah melacurkan abjad. Ia menebar bidaah saat ia melacurkan diri dengan kata-katanya. Aku menempatkan para korban tragedi kemanusiaan sebagai pembaca bahkan penulis syairku. Keheningan mencapai klimaks saat rohNya meraih tanganku untuk mengeja abjad yang memiliki kuasa menebus dunia dari rezim kegelapan. Kiranya Panggilan pekerjaan dan pelayanan kita sebagai pewarta SIB dapat menjadi inspirasi bagi bangsa ini; menyinari masyarakat Indonesia dengan iman dan pengharapan yang baru. Tuhan Yesus menyertai kita sekalian. Amen.[Dee]

*Disampaikan dalam ibadah karyawan Harian SIB 

Thursday, June 12, 2014

JAMINAN KEBERHASILAN HANYA DI DALAM TUHAN




Tanda-tanda zaman
Perkembangan zaman yang berlangsung sangat pesat hingga saat ini memperlihatkan telah terbukanya pintu kompetisi dan daya saing yang semakin tinggi (competitive advantage) di dunia internasional. Kita sudah masuk dalam peradaban globalisasi, yang sering disebut dengan “kampung global” (global village). Sehingga tidak ada lagi yang menghalangi, semua orang dan semua bangsa bebas berkompitisi. semua bisa berkompetisi dan mendapat akses dengan mudah, cepat dan terbuka dalam kecanggihan teknologi. Namun syaratnya, siapa yang tahan uji berkompetisi maka ia akan berhasil dan dipuji.

Namun tanpa kita sadari, perubahan yang berlangsung lebih banyak memberi dampak negatif bagi masyarakat yang belum siap menggunakan teknologi menjadi berkat dan sumber sukacita hidup. Bahkan semakin banyak terlihat perilaku yang serba praktis dan instan yang akhirnya merusak mental dan karakter generasi muda. Hal ini terlihat jelas pada hidup kawula muda, yang sering disapa dengan generasi Begh!!

Siapa generasi Begh ini? generasi begh ini adalah generasi BOSAN, ENTAHLAH, GALAU dan HOPELESS. Pertama, anak muda sekarang sangat gampang bosan. Karena kecanggihan teknologi membuat mereka menjadi ketagihan, malas belajar, pokoknya serba instan. Akhirnya menghadapi dunia nyata di sekolah dan mengikuti BIMBEL adalah hal yang membosankan. Kedua, sikap entahlah juga menjadi wabah pada anak muda saat ini. Mereka merasa hidup menjadi beban jika pergumulan dan tantangan datang silih berganti. Bahkan tidak ada keyakinan dan pengharapan sekalipun mereka sudah belajar dan mengikuti BIMBEL. 

Ketiga, sikap galau juga terjadi pada anak muda. Mereka sekarang senang dan bangga mengatakan dirinya galau; tidak memiliki prinsip dan jaminan hidup di dalam Tuhan. Hal ini dikarenakan cara pandang yang keliru dalam mengikut Tuhan. Sebab mereka sudah menjadikan teknologi menjadi tuhannya. Sehingga ketika persoalan datang, mereka menjadi goyah dan terombang-ambing.

Keempat, hopeless sudah menjadi virus yang sangat membahayakan, sebab virus ini sudah banyak yang membinasakan anak-anak Tuhan. Kegagalan dalam studi dan ketidak keberhasilan membuat banyak anak-anak muda tidak lagi beriman dan tidak berpengharapan. Menurut mereka Tuhan itu tidak ada dan tidak bisa memberi jaminan!

Menemukan Jaminan Keberhasilan Hanya Di Dalam Tuhan   
Saudara-saudariku yang terkasih, sungguh memperihatinkan kondisi yang terjadi pada generasi Begh ini. Sebab bisa saja kita juga sedang mengalami kondisi tersebut atau kita sedang melihat hal itu terjadi pada teman dan saudara kita. Hal ini harus kita singkirkan segera! Mari tinggalkan gaya hidup yang bosan, entahlah, galau dan tidak berpengharapan itu.

Anak-anak Tuhan harus yakin dan percaya bahwa jaminan keberhasilan hanya ada di dalam Tuhan dan bersama Tuhan, karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian (Amsal 2:6). Oleh karena itu untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna, untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran, untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda, maka anak muda harus takut (hormat) kepada Tuhan, itulah permulaan pengetahuan (Amsal 1:7).

Anak-anak Tuhan harus menjadi gerenasi Begh yang baru, yaitu berani (Be brave), terampil dan bertanggungjawab supaya menjadi ahli (Expertly), bangga dan bergelora (Glory) serta berpengharapan (Hopeful). Sehingga kita berani mengatakan begh untuk menghadapi berbagai tantangan. Pertama, anak-anak Tuhan haruslah berani (be brave) menghadapi kompetisi. Keberanian menjadi sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tesebut. Yakinlah, Tuhan akan berjalan bersama kita, menyertai kita, Dia tidak membiarkan kita dan tidak akan meninggalkan kita; oleh karena itu kita jangan takut. (bnd. Ul. 31:8).

Kedua, anak-anak Tuhan harus berani mencoba dan yakin dengan semua yang dikerjakan. Keberanian untuk terus berlatih akan membentuk pribadi yang terampil dan bertaggungjawab dalam bidang yang kita pilih. Disinilah keberanian mencoba dan mengerjakan apa yang sedang kita perjuangkan akan berbuah menjadikan kita semakin ahli (expertly). Ketiga, anak-anak Tuhan harus bangga (glory) dengan apa yang dikerjakan. Mencintai dan bangga terhadap jurusan dan fakultas yang kita pilih akan membuat kita menjadi bersemangat. Semangat yang bergelora tentu akan menghantarkan kita kepada kemenangan yang penuh sukacita.

Keempat, hidup yang berpengharapan (hopeful) di dalam Tuhan. Pengharapan adalah jalan sekaligus menjadi jaminan bagi setiap orang yang takut akan Tuhan. Sebab itulah janji-Nya kepada orang-orang yang menantikan Tuhan. Mereka akan mendapat kekuatan baru, seumpama burung rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah (Yes. 40:31).

Renungan
Kita mungkin tidak memiliki cukup pengetahuan, pengalaman dan kepandaian untuk menghadapi dan melakukan suatu tanggung jawab besar yang ada di depan kita saat ini. Tetapi ketika kita bersungguh-sungguh mencari wajah Tuhan, maka Tuhan akan memberikan hikmat dari segala hikmat yang membuat kita dapat menjalankan dan menyelesaikan pekerjaan yang besar itu. Kita yakin tiada yang mustahil bagi Tuhan, Dia akan bekerja di dalam hidup kita, sehingga kita akan sanggup melakukan pekerjaan-pekerjaan yang besar. Jangan takut atas apa yang sedang kita hadapi. Carilah Tuhan maka Dia akan memberikan keberhasilan bagi tiap langkah hidup kita.

Lakukanlah apa yang benar di mata Tuhan dan akuilah Dia. Maka kita akan melihat banyak pintu-pintu yang dibukakan bagi jalan kita. Kita akan melihat keberhasilan demi keberhasilan di dalam hidup kita. Apa yang kelihatannya mustahil bagi manusia, Tuhan akan membuatnya menjadi mungkin di dalam hidup kita. Raihlah jaminan keberhasilan hanya bersama dengan Tuhan.

Selamat mengukuti SBMPTN buat adik-adik kami yang terkasih. Selamat berjuang dalam keberanian, sikap yang terampil, hati yang bangga dan bergelora serta berpengharapan di dalam Tuhan. Tuhan Yesus menyertai. Amen. [Dee]

* Disampaikan dalam Ibadah Pemberangkatan Mengikuti SBMPTN di GKPI Medan Kota

Monday, May 12, 2014

BERDOA



Bacaan : Yakobus 5:13-18 (James 5:13-18)

Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya (Yakobus 5:17-18).

Rasa ketergantungan hidup kita kepada Tuhan ditandai seberapa hati kita tunduk dalam ketaatan dan rasa membutuhkan Tuhan. Sikap membutuhkan Tuhan ditandai dengan seberapa sering kita bertelut di atas lutut kita untuk berdoa kepada Tuhan Yang Mahabesar. Jika Anda dan saya ingin menarik berkat-berkat turun dari atas dan mempengaruhi hidup Anda dan dunia sekitar kita. Anda harus bertelut, bersujud dengan rasa hormat dalam kerendahan hati, serta bergantung padaNya. Salah satu alasan kita begitu lelah di dalam hidup karena bergantung kepada kekuatan diri tanpa bergantung pada-Nya.

Hudson Taylor menantang: “Anda harus bergerak maju di atas lutut lutut Anda.” Martyn Llyod-Jones menulis dalam studinya tentang Khotbah di atas Bukit: “Doa, tak dapat disangkal lagi, merupakan kegiatan tertinggi manusia. Manusia menjadi teragung dan tertinggi ketika di atas lutut lututnya, ia berhadapan muka dengan muka dengan Allah.” Charles Hadson Spurgeon menulis: “Jika saya tak dapat bertelut karena badan saya terlalu lemah, doa-doa saya dari tempat tidur saya akan bertelut, hati saya akan bertelut, dan berdoa dengan sepatutnya seperti dulu.”

Almarhum Gypsi Smith bercerita tentang pertobatan pamannya, Rodney. Di dalam kelompok Gypsi, anak-anak tidak boleh berbicara kepada orang-orang yang lebih tua, kecuali kalau orang tua itu berbicara terlebih dulu. Gypsi muda berdoa untuk mendapat kesempatan berbicara. Suatu hari Roodney melihat celana panjang Gypsy yang sudah usang, “Nak, coba jelaskan, bagaimana lutut celana panjangmu sudah rusak dan sobek. Sedangkan bagian lainnya masih tampak seperti baru?” Gypsy menjawab, “Bagian lutut itu rusak, karena kupakai untuk berlutut dan berdoa bagimu paman,” lanjutnya dengan airmata mengalir, “aku sangat berharap agar paman percaya Tuhan Yesus!” Lalu Paman Roodney merangkul Gypsy dengan pelukan kebapakan, dan sesaat kemudian ia bertelut dan mengakui Kristus sebagai juruselamatnya.

Renungan hari ini, mengajak kita untuk kembali kepada semangat doa karena dunia sekarang dalam keadaan yang tidak menentu. Kita membutuhkan kuasa Tuhan yang dapat mengendalikan keadaan dunia dan hidup kita. Yakobus 5:17-18 mengatakan Elia adalah manusia biasa sama seperti kita, dan ia telah bersungguh-sungguh berdoa, supaya hujan jangan turun, dan hujan pun tidak turun di bumi selama tiga tahun dan enam bulan. Lalu ia berdoa pula dan langit menurunkan hujan dan bumi pun mengeluarkan buahnya. Marilah kita mengandalkan Tuhan dalam doa kita disetiap tugas pekerjaan pelayanan kita. Tuhan Yesus menyertai. Amen



Kata-kata bijak:
Semangat doa mendatangkan kasih dan kuasa Allah di dalam hidup kita.

 
*Disampaikan sebagai bahan renungan malam, Jumat 20 Juli 2014 dalam Pembinaan Penatua GKPI Medan Kota di Sopo Agape Tomok

SUDAHKAH PELAYANAN KASIH SEKSI DIAKONI MENJADI IBADAH YANG SEJATI?



(Refleksi Penelaahan Alkitab Tim Diakoni GKPI Medan Kota 
Dari Persembahan Janda Miskin dalam Lukas 21:1-4)



Pengantar
Tanpa kita sadari, dewasa ini tantangan hidup yang kita hadapi semakin banyak dan kompleks. Kekecewaan dan kegagalan menjadi semakin akrab dengan kehidupan kita. Bahkan, tak jarang kita harus mengalami kegagalan dan kekecewaan yang menyakitkan atau menggoncangkan hidup. Dalam kondisi itulah kita berada dalam masa krisis; bahkan krisis iman dan krisis kasih. Namun bila kita peka akan rahmat Allah, maka krisis kehidupan tersebut akan kita lihat sebagai undangan untuk semakin mendalami hati Yesus. Bila kita menanggapi kehadiran Yesus secara optimis, maka sesuatu yang mengagumkan akan terjadi, menyentuh hati dan membaharui hati.

Tak ada kebahagiaan yang lebih bermakna daripada menemukan rahasia kasih-Nya dibalik setiap krisis yang kita alami. Namun banyak orang sulit melihatnya secara rohani. Itulah rahasia yang ditemukan oleh seorang janda miskin dalam Injil Lukas, yang diungkapkan dalam refleksi ini. Sekalipun janda tersebut miskin dan sengsara, tetapi ia menemukan Kasih Ilahi dalam kehidupannya.  

Pembahasan
Pada suatu hari Yesus mengunjungi Bait Allah. Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Peti itu mungkin seperti kotak yang berada di pintu-pintu gereja modern. Apapun bentuknya, pada waktu itu Yesus melihat cara mereka memberikan persembahan. Di antara orang-orang kaya, Yesus memperhatikan seorang janda miskin memasukkan dua keping kecil logam. Melihat hal itu, Yesus bersukacita dan mungkin menangis terharu. Lalu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimp ahannya, tetapi janda ini memberi dari dana kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.”

Sebelum peristiwa itu, Yesus berbicara tentang ahli-ahli Taurat. “Waspadalah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda dan yang mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka itu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat” (Lukas 20: 45-47).

Yesus memandang rendah orang yang suka pamer pada umumnya, khususnya mereka yang suka pamer kesalehan. Kemudian, muncul seorang janda miskin. Ia sama sekali tidak mengira bahwa Yesus sedang memperhatikan apa yang dilakukannya. Sepengetahuan kita, janda itu tidak pernah mengetahui ia mendapat sambutan hangat dari Yesus. Karena setelahnya Yesus tidak memanggil dan menepuk-nepuk punggungnya sebagai tanda menyukainya. Tidak juga ada ganjaran atas persembahannya yang agung itu.

Siapakah janda ini? Pertama ia seorang janda. Dengan kata lain ia tidak mempunyai suami yang memberi nafkah. Ia juga seorang peminta-minta. Ia tidak mempunyai harta apa pun. Ia memasukkan uangnya “ke dalam peti persembahan”. Ia memasukkan semua yang dimilikinya, yang berupa dua keping uang logam. Kita bisa memahami dua keping kecil logam ini sebagai lambang kodrat manusia, yaitu tubuh dan jiwa. Janda itu tidak mempunyai sesuatu yang lebih berharga untuk dipersembahkan kecuali jiwa dan raganya. Namun, karena ia memberi semua yang dimilikinya, ia memberi lebih banyak daripada yang lainnya.

Tidakkah hal itu mengingatkan kita pada ajaran yang berulang-ulang dikatakan dalam Injil, bahwa yang dicari Allah dari kita adalah persembahan yang bukan saja dari uang saku kita, tetapi dari keberadaan kita yang terdalam; persembahan diri (bnd Roma 12:1; 2 Kor. 8:5). Persembahan itu lebih mulia daripada segalanya yang dapat kita persembahkan bagi-Nya, yang mungkin bisa disebut sebagai kelimpahan kita, yaitu talenta-talenta kodrati kita, seperti berkhotbah, melayani, mengajar, berkegiatan sosial; atau talenta kharismatis seperti berbahasa roh, menyembuhkan, berdoa, berbicara, dsb. Inilah kelimpahan-kelimpahan yang dipersembahkan banyak orang yang sudah menemukan makna kasih kepada gereja dan sesama sekalipun di dalam kondisi krisis.

Bersama dengan itu muncullah janda miskin ini. Ia adalah simbol kehidupan yang sepenuhnya terpusat pada mencari Allah saja, tidak ada yang lain. Ia mempunyai sedikit sekali untuk dipersembahkan. Ia hanya memiliki kepapaannya (miskin; sengsara), kesendiriannya, dan kelemahannya – kekurangannya yang mutlak. Inilah sebenarnya pengurbanan yang dipersembahkan Ayub kepada Allah ketika bersimpuh di atas kotoran hewan setelah iblis mencobainya (Ayub 2:8). Semua kebaikannya, kekayaannya, martabatnya – yang disebut “kelimpahannya” – sudah diambil dan ia mempersembahkan persembahan yang sangat mendasar, yaitu persembahan dirinya.

Renungan 
Jika kita menyimak arti peristiwa ini, kita memahami misteri sebuah kehidupan doa yang tersembunyi dan kuasanya. Meskipun tentu saja kita ingin secara akal sehat menggunakan talenta kita, melayani sesama, dan melakukan tugas kita dengan baik, ini bukan hal-hal yang paling penting. Persembahan yang diinginkan Allah jauh lebih sulit daripada semua jenis pelayanan kita karena merupakan persembahan keberadaan kita secara total – diri kita yang terdalam, yang biasanya meliputi kesusahan, kelemahan, dan keberdosaan.

Inilah yang cenderung menonjol dalam kesadaran kita. Persembahan dari kepapaan (kemiskinan; kesengsaraan) rohani kita ini merupakan persembahan yang mungkin tidak ada ganjarannya dalam hidup ini. Kita menyenangkan Kristus bila kita tidak memiliki apa-apa untuk dipamerkan selama bertahun-tahun melayani atau pelayanan, tetapi masih terus mau melayani-Nya, itulah persembahan yang mulia, yang sama dengan persembahan janda miskin tersebut.

Hanya sedikit orang yang mau memberikan persembahan ini. Mungkin itu yang menjadi sebab mengapa Gereja terpecah-belah hingga saat ini. Dua keping uang logam itu, atau lebih tepatnya, persembahan diri secara total yang dilambangkannya, tidak terlalu sering masuk ke dalam “peti persembahan”. Yesus sedang menatap tepat ke arah peti persembahan itu untuk memperoleh sukacita karena melihat janda miskin itu memasukkan persembahannya – keping logam itu sebagai simbol persembahan yang sangat kecil.

Namun, itulah arti kehidupan yang tersembunyi, sebuah persembahan yang tidak terlalu tampak berharga oleh dunia, tetapi daya kuasanya terbukti karena mampu membuat terharu hati Kristus, sumber segala rahmat. Bagaimana dengan pelayanan kita sebagai Tim Diakoni, apakah pelayanan yang kita lakukan ini sanggup membuat hati-Nya terharu? Apakah yang kita persembahkan ke dalam “peti persembahan” kepada Sang Sumber Rahmat? Layakkah kita mempersembahkan diri kita untuk melayani-Nya sebagai bagian dari tim diakoni di gereja?

Demikianlah juga Paulus menasehatkan jemaat di Korintus supaya hidup dalam pelayanan kasih. “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, - dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami – demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini,” (2 Kor. 8:7).

Mari kita renungkan dan maknai kembali setiap peristiwa yang kita miliki selama kita masih hidup di dunia ini. Tak ada kebahagiaan yang lebih bermakna daripada menemukan rahasia Ilahi sekalipun dibalik setiap krisis yang kita alami. Itulah yang ditemukan oleh seorang janda miskin. Sekalipun ia miskin dan sengsara, tetapi ia menemukan Kasih Ilahi dalam kehidupannya. Mari kita temukan hal itu dalam persembahan yang kita berikan dalam pelayanan kasih kita di Gereja – dalam bentuk apapun itu – dan  semoga pelayanan itu menjadi berkenan kepada-Nya. Selamat ber-diakoni.  

TUHAN MENDENGARKAN SERUAN ORANG PERCAYA

PENDAHULUAN Saudara/i yang terkasih, kita bersyukur atas kasih dan penyertaan Tuhan karena kita masih bisa beribadah bersama pada ming...