Setiap
pagi mereka bangun pukul lima.
Jika
cuaca hujan atau dingin, selambatnya bangun pukul lima lewat dua lima.
Mengapa
tidur sangat menyenangkan bagi mereka?
Karena
Mamre adalah surga kecil yang tersingkap di Simalungun Raya
Setelah
bangun biasanya mereka saya ajak berdoa.
Jika
saya terlambat bangun mungkin mereka bisa lupa.
Saya
tahu seharusnya jangan begitu.
Tetapi
hal ini memang kenyataan, yang mengajarkanku untuk terus berlatih ketaatan.
Membuka
baju hingga telanjang,
Menantang
dinginnya pagi dengan balutan handuk kusam yang melekat di badan
Langkah
kaki-kaki kecil beriringan seperti kawanan kancil,
Tidak
takut memandikan air dingin, sekalipun bibir bergetar pertanda tubuh menggigil
Suasana
rumah pun menjadi megah, ketika lonceng makan memanggil ramah
Seragam
merah putih menjadi kebanggan dan ransel punggung tidak menjadi beban
Sarapan
pagi pukul enam tepat, buncis wortel teri menjadi semakin nikmat
Susu
bukanlah penentu sarapan, jika tidak dinikmati dalam doa, firman dan
puji-pujian.
“Terima
kasih, terima kasih, terima kasih ya Tuhan”.
Pujian
ini yang sering mereka ucapkan dalam untaian penuh pengharapan.
Mari
sama-sama kita mengucapkan: “Bapa kami yang Surga”
Seakan
doa yang diucapkan menjadi mantra manda guna
Ternyata
tidak hanya itu mantra yang mereka punya.
Mantra
yang kerapkali tulus diucapkan penuh kepastian:
“Pergi
ya Pak! Pergi ya Bu!”
Seakan
menjadi mantra yang menghantarkan mereka berjalan dalam penyertaan.
“Iya
nak! Selamat bersekolah ya!”
Hanya
itulah yang dapat kuucapkan.
Bayangan
mereka pun menghilang dalam ikhtiar yang kuhaturkan.
Air
mataku tertumpah dan Jiwaku seakan berada di rumah.
Aku
teringat dengan masa kecilku yang kelam penuh kenangan.
Tidak
pernah mengucapkan kata salam kecuali karena uang jajan.
Hanya
doa dan air mata yang terungkap dalam pengakuan.
Memohon
ampun-Nya karena sudah diberi belas kasihan.
Hai
orang tua, ingatkah engkau dengan masa lalumu?
Maka
berangkatkanlah anak-anakmu dalam doa yang terjaga.
Itulah
ikhtiarmu yang menyertai pendidikan mereka.
Mamre,
pukul tujuh lewat lima.
Pesan
bijak:
Orang
tua bijak haruslah mampu memberikan waktu bagi anak
untuk
mengetahui dimana mereka berpijak dalam setiap interaksi dan gerak..
Tidak
ada waktu yang terlalu mahal
karena
setiap kesempatan bersama mereka,
merupakan
kebutuhan yang tidak cukup hanya dengan verbal dan material.